Lampung, 8 September 2025 – Institut Teknologi Sumatera (ITERA) melalui Observatorium Astronomi ITERA Lampung (OAIL) sukses menyelenggarakan serangkaian kegiatan pengamatan gerhana bulan total pada 7-8 September 2025. Fenomena alam langka ini dapat disaksikan di seluruh wilayah Indonesia, asalkan kondisi cuaca cerah dan tidak tertutup awan tebal. Kegiatan ini menjadi wujud komitmen ITERA dalam memajukan literasi sains dan memperkenalkan fenomena astronomi kepada masyarakat luas.
Gerhana bulan total kali ini berlangsung dengan durasi yang cukup panjang. Prosesnya dimulai dari fase penumbra pada pukul 22:28 WIB, saat bayangan bumi mulai menyentuh permukaan bulan secara samar. Kemudian, gerhana parsial terjadi pada pukul 23:27 WIB, ketika sebagian bulan memasuki bayangan umbra bumi. Puncak gerhana total dimulai pada pukul 00:30 WIB, mencapai titik maksimal pada pukul 01:11 WIB, dan berakhir pada pukul 01:52 WIB. Setelah itu, bulan secara bertahap keluar dari umbra pada pukul 02:56 WIB dan sepenuhnya keluar dari penumbra pada pukul 03:55 WIB. Warna merah khas gerhana bulan total, yang sering disebut “blood moon,” terjadi akibat pembiasan cahaya matahari oleh atmosfer bumi. ### Rangkaian Kegiatan Pengamatan OAIL menyelenggarakan tiga kegiatan utama serta mendukung ekspedisi tambahan untuk memeriahkan pengamatan gerhana bulan total ini.
Kegiatan pertama bertajuk NGABRIL (Ngamat Bareng OAIL) mengundang masyarakat umum untuk menyaksikan langsung keindahan bulan purnama dan gerhana bulan total di kampus ITERA. Acara ini dihadiri sekitar 150 peserta dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, masyarakat sekitar, serta perwakilan dari Universitas Lampung (UNILA) dan Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (UINRIL). OAIL menyediakan empat teleskop canggih, yakni tiga teleskop refraktor dan satu teleskop katadioptrik, yang digunakan untuk mengamati bulan secara detail. Dr. Robiatul Muztaba, dosen ITERA dan narasumber acara, memberikan penjelasan mendalam tentang fase-fase gerhana serta fenomena sains di baliknya. Ia juga menekankan pentingnya peran akademisi dalam menjelaskan fenomena alam secara ilmiah untuk meluruskan pandangan tahayul yang masih ada di masyarakat, sambil tetap menghormati nilai budaya. Meskipun cuaca pada awal acara mendung dan bulan hampir tidak terlihat, kondisi berangsur membaik menjelang tengah malam. Peserta dapat mengamati bulan dengan jelas, bahkan salah satu teleskop berhasil digunakan untuk mengamati planet Saturnus, yang menjadi kejutan menarik bagi peserta. Antusiasme peserta sangat tinggi, banyak yang rela menginap di lokasi untuk menikmati keseluruhan proses gerhana hingga selesai.
Kegiatan kedua adalah sesi streaming langsung di kanal YouTube resmi OAIL. Siaran ini menampilkan pembahasan astronomi populer, termasuk penjelasan mendalam tentang gerhana bulan total. Pengamatan dalam streaming ini menggunakan teleskop robotik OZT-ALTS, yang memungkinkan penonton melihat fenomena gerhana secara real-time dengan kualitas gambar yang tajam. Hendra Agus Prastyo, S.Si, M.Si, hadir sebagai narasumber dan menjelaskan bagaimana atmosfer bumi memengaruhi warna merah pada gerhana bulan total. Ia memaparkan bahwa warna merah ini terjadi karena pembiasan cahaya matahari yang melewati lapisan atmosfer bumi, yang menyaring panjang gelombang biru dan membiarkan warna merah mendominasi. Selain itu, OAIL juga berkontribusi dalam streaming nasional yang diselenggarakan Observatorium Bosscha bersama anggota Jaringan Observatorium dan Planetarium Indonesia (JOPI). Kolaborasi ini memperluas jangkauan edukasi astronomi kepada masyarakat di seluruh Indonesia.
Kegiatan ketiga berfokus pada pengukuran ilmiah untuk mempelajari fenomena gerhana secara mendalam. OAIL menggunakan berbagai instrumen saintifik, seperti sky quality meter untuk mengukur kecerahan langit, teleskop dengan kamera CMOS yang dilengkapi filter warna untuk menangkap gambar gerhana, dan SQM swakriya untuk analisis kecerlangan langit selama gerhana. Data yang dikumpulkan dari pengukuran ini akan digunakan untuk penelitian lebih lanjut tentang kondisi atmosfer dan fenomena optik selama gerhana bulan total.
Selain tiga kegiatan utama, OAIL juga mendukung tim I-SEE (ITERA Scientific Expedition and Exploration Krakatau) dari Fakultas Sains ITERA. Tim ini melakukan pengamatan gerhana bulan total di area Pulai Sebesi, Krakatau, menggabungkan eksplorasi ilmiah dengan pengalaman ekspedisi di lokasi yang unik. Dukungan ini mencakup penyediaan peralatan dan koordinasi teknis untuk memastikan pengamatan berjalan lancar.
Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang pengamatan fenomena alam, tetapi juga sarana edukasi sains bagi masyarakat. Melalui NGABRIL, streaming, dan pengukuran saintifik, OAIL berhasil menciptakan pengalaman yang interaktif dan informatif. Dr. Robiatul Muztaba menegaskan bahwa kegiatan seperti ini penting untuk membangun pemahaman masyarakat tentang sains, sekaligus memperkuat hubungan antara akademisi dan komunitas lokal. ITERA dan OAIL berharap kegiatan ini dapat terus menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan dan masyarakat, khususnya dalam memahami fenomena astronomi seperti gerhana bulan total. Dengan antusiasme yang ditunjukkan peserta dan respons positif dari penonton streaming, acara ini menjadi bukti bahwa minat masyarakat terhadap sains dan astronomi terus meningkat. OAIL berencana untuk terus menggelar kegiatan serupa di masa depan guna mendukung pendidikan dan literasi sains di Indonesia.










